free counters


My site is worth $2022.1.
Berapa harga Blog/Web Anda?

WHO KNOWS, WHO IS ACTUALLY THE GREAT AND THE MOST TERRORIST IN THE WORLD ?

Rabu, 27 April 2011

Guru Profesional, antara Fakta dan Idealismenya

Baru saja mata ini terpejam, di tengah setengah kesadaran, dikagetkan saya oleh deringan bunyi Hand Phone, yang lupa tak dimatikan, seperti kebiasaan saat tidur atau istirahat. Sedikit menahan rasa pening, akibat kaget, bergegas saya hampiri HP. Terdengar di sana suara sahabat, yang membawa kabar gembira, yang tak pernah terduga. "Njenengan terjaring seleksi quota tahun ini Pak. Tolong besuk membawa foto copy ijazah terakhir, SK Pengangkatan dan SK Terakhir serta foto copy SK Pembagian Tugas Mengajar," katanya bersemangat dan bernada ria. Maklum beliau juga terjaring. Sesuatu yang saya yakin selama ini sangat diimpikan.
 Usai terima kabar itu, setengah tak percaya, karena memang selama ini merasa masih jauh dari kriteria, mengingat masa kerja yang belum begitu lama. (Selama ini  sepertinya kriteria utama keprofesionalan seorang Guru adalah lamanya masa kerja, selain kriteria yg lain. Jadi semakin tua seorang Guru semakin Profesional) Selain juga karena kurang "ngeh" dengan sebutan Guru Profesional yang telah disandang oleh beberapa teman dan juga kenyataan di lapangan, yang kebanyakan masih jauh dengan realita yang diharapkan oleh itikat baik pemerintah mengadakan program ini. Terbayang beban berat yang harus disandang, yakni ketika sertifikat yang berbunyi Guru Profesonal nanti sudah ada di tangan. Profesional, yang menurut KKBI artinya : Pro.fe.sio.nal /profesional/ a 1 bersangkutan dengan profesi 2 memerlukan kepandaian khusus untuk menjalankannya 3 mengharuskan adanya pembayaran untuk melakukannya. Maka ketika membayangkan jika nanti saya harus menjadi Guru yang Profesional, betapa unjuk kerja yang selama ini,  harus dirombak total, .. kinerja, .. motivasi, .. dedikasi dan juga kompetensi harus ditingkatkan. Terlintas gambaran seorang "Juru Masak Profesional, Dokter Profesional, Pengacara Profesional", sepertinya semuanya jelas kriteria dan indikator atau penampakannya. Seorang Juru Masak Profesional, karena keahliannya, dia dibayar mahal dan jadi rebutan Restoran ternama dan Hotel Berbintang. Seorang Dokter yang profesional, ditandai dengan banyaknya pasien yang merasa cocok dan cespleng dengan sentuhan tangannya, yang datang ke ruang prakteknya, yang selalu mengutamakan Pasien di RS di mana dia bekerja dan bukan pasien yang antri di rumahnya, sehingga pasien di RS tidak menunggu berpuluh-puluh jam untuk mendapat penanganannya. Seorang Pengacara Profesional, kliennya adalah (ini biasanya lho ..) Koruptor dari kalangan Pejabat-2 Tinggi yang terjerat masalah Perampokan Harta Negara, Mafia Pajak macam Gayus, atau Mafia Hukum, atau Konglomerat-2 Milyarder, (karena seorang Penjahat Hukum Besar tak akan mau membayar Pengacara kemarin sore untuk membela dirinya) yang berani membayar ratusan bahkan ribuan juta, agar membantu melepaskan atau meringankan hukumannya. Dan ... seperti kita ketahui, .. kebanyakan mereka lolos, ... lolos dari hukuman dunia, ... tanpa menyadari bahwa dia tak akan mungkin lolos dari pengadilan dan hukuman akherat.  Lalu ketika kita menengok Guru Profesional, maka apa ya ... indikator dan penampakannya .. ? Apakah Guru yang telah mendapatkan sertifikat Guru Profesional dan mendapatkan Tunjangan sebesar gaji pokok ini disebut Profesional ketika : Menguasai hampir di luar kepala materi yang disampaikan, atau selalu tepat waktu ketika jam mengajar datang, atau tak pernah meninggalkan tugas untuk hal-hal yang tidak lebih penting dari tugasnya, atau dengan kata lain .. teaching is the first .. atau memiliki tanggung jawab bergaransi, ketika ada siswa didiknya yang mengalami kesulitan, ... atau memiliki keteladan dari setiap perilaku dan ucapannya ... atau seorang guru yang selalu mempunyai semangat untuk belajar dan untuk bisa ... Dan ketika membayangkan itu semua .. dengan membandingkan apa yang terlihat di lapangan, maka sepertinya Profesional untuk seorang Guru, meski bukan sesuatu yang muskil, tapi ... masih cukup jauh dari harapan. Terlebih dengan prosedur penyeleksian yang menomor satukan masa kerja sebagai kriteria utama, rasa-2nya semakin tua seseorang tidak menjamin keprofesionalannya. Dari sisi semangat atau daya kerja Insya Allah sedikit mulai berkurang. Salah satu bukti adalah adanya pernyataan seorang guru senior yang sudah lama masa kerjanya, bahwa dia ngajar ini ibarat "kari bathine" tinggal labanya. Dengan sistem penyeleksian model begini, maka guru-2 yang masih muda, yang masih fresh ... dan beberapa sangat berkompeten di bidangnya, akhirnya harus tergeser dan terpaksa mengajar Mata Pelajaran lainnya yang bukan bidangnya, karena jamnya dipakai oleh Guru Profesional yang dituntut mengajar 24 jam. Kasus paling anyar adalah ketakutan guru mata pelajaran yang belum terjaring sertifikasi, bahwa jamnya diambil guru mata pelajaran lain, seperti SMS ketakutan bernada marah dan kurang sopan yang diterima Urusan Kurikulum di sebuah sekolah. Begini bunyi SMS nya : "Bu Wong IPA jik nek sing gung stfks lho, jame jo dikrayah ma Pel liyane" Yang artinya : "Bu, orang (guru)  mata pelajaran IPA masih ada yang belum sertifikasi lho, jamnya jangan dicaplok (direbut) sama guru mata pelajaran lainnya". Masalah lainnya adalah ketika dalam seleksi itu ternyata memunculkan nama-nama guru yang masa kerjanya jauh lebih sedikit, ternyata terjaring lebih dulu, sementara ada guru yang masa kerjanya lebih lama justeru tidak terjaring. Sebagai contoh, ada guru yang baru bermasa kerja 13 tahun lebih 10 bulan yang sudah terjaring quota sertifikasi, sedangkan guru lain yang masa kerjanya 20 tahun 10 bulan malah belum. Akhirnya ramailah mereka tidak terima dan menanyakan serta menyampaikan nota protes ke Kantor Dinas Pendidikan masing-masing. Ada juga yang mungkin karena kesalahan prosedur atau apa, sehingga satu sekolah tidak ada yang terjaring sama sekali. Padahal di atas kertas mereka merasa, ketika syarat utama adalah masa kerja, maka sedikitnya ada 7 atau 8 guru yang harusnya lolos dalam penjaringan.
Di sisi lain, Guru yang sudah tua, dengan beban mengajar 24 jam (persyaratan untuk mendapat tunjangan profesi adalah mengajar 24 jam per minggu) akan merasa kelelahan mengingat kondisi fisiknya yang semakin menurun. Sementara itu guru muda yang belum terjaring sertifikasi, hanya mendapatkan beban mengajar yang jauh lebih sedikit. Masih adanya guru profesional yang merangkap tugas lain seperti bendahara  Gaji atau BOS, atau jabatan sebagai Urusan di sekolah akan membuat profesionalisme guru jauh dari fakta. Maka akan dijumpai seorang guru profesional meninggalkan tugas mengajarnya untuk keperluan belanja ATK, servis printer atau komputer, atau mencari stempel toko di mana dia belanja  misalnya.  Lebih parahnya lagi manakala meninggalkan kelas yang diajar tanpa diberi tugas atau pemberitahuan ke teman guru lain yang piket, atau ke atasannya.
Sebenarnya ada dua tujuan mulia dari itikat baik pemerintah dalam hal ini, dalam hal menjadikan guru sebagai profesi. Yang pertama untuk meningkatkan kompetensi guru yang mengarah pada mutu pendidikan, yang kedua adalah untuk meningkatkan kesejahteraan guru. Jika kita analisa, memang dengan adanya profesionalisasi atau sertifikasi guru ini, kesejahteraan guru memang sangat meningkat. Betapa kita bisa dengan mudah melihat seseorang mengenakan PSH Guru di atas Xenia, Avanza, Innova,  Baleno, atau Civic Wonder. Ini menunjukkan tingkat kesejahteraan guru yang meningkat. Tapi ini tak begitu berbanding lurus dengan tujuan pemerintah yang pertama, yakni peningkatan mutu pendidikan. Ini artinya sertifikasi kurang menjangkau sekaligus 2 tujuan yang diharapkan. Jika penekanan pemerintah pada peningkatan kesejahteraan, maka akan lebih arif sebenarnya jika pemerintah menaikkan gaji menyeluruh berjenjang sesuai tingkat masa kerja. Ini akan lebih representatif, dan adil. Tapi bila hasrat pemerintah ingin meningkatkan mutu pendidikan dengan sertifikasi guru, maka alangkah lebih baik dan bijaksana bila sistem penyeleksiannya tidak seperti seperti sekarang, tetapi seperti menyeleksi Kepala Sekolah atau semacamnya. "Dibuka Pendaftaran Guru Profesional dengan Tunjangan 2 kali gaji Pokok. Bagi yang berminat bisa mendaftar di Kantor Dinas Pendidikan Setempat .. Syarat dan ketentuan berlaku ...." Begitu kira-kira bunyi iklannya. Dan ada keyakinan kuat dalam diri saya ... bila ini diterapkan, guru yang terjaring dalam seleksi model begini, Insya Allah betul-betul Guru Profesional ... tidak hanya sebutan atau label saja.
Apapun fenomenanya ... Alhamdulillah, Allah telah memberikan kesempatan itu saat ini. Semoga Allah memuluskan jalan ke arah sana (karena proses ini masih panjang), juga memberi kekuatan pada kami, dan saya khususnya, untuk bisa menjadi Guru (yang katanya) Profesional., meski berat sanggane, kata orang Jawa. Amin.
Buat teman-teman Guru " Lets be a Professional ... !"

1 komentar:

HUSNUZIA NAJMATUL FAJRI mengatakan...

Selamat Yah ...

Posting Komentar

Slide

Picture Talk More Slideshow: Anang’s trip to Kabupaten Nganjuk (near Kediri), Java, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Kediri slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.
Anang Dwijo Suryanto. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Powered by Blogger