free counters


My site is worth $2022.1.
Berapa harga Blog/Web Anda?

WHO KNOWS, WHO IS ACTUALLY THE GREAT AND THE MOST TERRORIST IN THE WORLD ?

Kamis, 31 Mei 2012

Ujian Nasional 2011/2012 Sebuah Kronologi

Hari Pertama
Pengarahan Ketua Penyelenggara, yang merupakan kepanjangan pengarahan sebelumnya, mohon siswa yang diawasi diasumsikan sebagai siswa sendiri. Tidak ada sekat ini siswa sekolah saya atau bukan. Mohon dibina suasana yang kondusif yang mengarah pada siswa tenang dalam mengerjakan soal-soal. Tidak strenght/spaneng. Untuk menegakkan aturan dan untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, saya coba beri masukan pada panitia agar ada himbauan dari ketua Penyelenggara (Kepala Sekolah) yang agak keras agar Pengawas Ujian tidak membawa HP ke ruang ujian. Ternyata masukan tidak dilaksanakan. Dan di tempat penitipan HP hanya ada 2 HP, dari 13 pengawas yang bertugas. Alasan baru esok hari disampaikan, "Bapak Kepala Sekolah sungkan Pak", kata panitia. Dan ketika hal ini saya diskusikan dengan istri di rumah, "Ya .. mungkin mereka juga khawatir Yah, .. kalo ditegasi nggak boleh bawa HP, nanti berimbas pada pola pengawasan yang jadi ketat, .. kan kasihan siswa ..", .. begitu argumen perkiraan istri saya.
Siswa nampak tertib dan sedikit agak tegang. Tidak ada peserta yang membawa HP atau alat elektronik lain. Saat membagi naskah sesuai denah yang ada di sampul soal, partner pengawas menyela agar dia yang membacakan denah, sementara saya yang membagikan. Dengan sedikit galau dan ragu saya iyakan keinginannya. Tentu saja dengan mudah peserta ujian langsung mengetahui, sama dengan siapa saja paket soal saya, sehingga memudahkan untuk bekerja sama. Overall pelaksanaan berjalan tertib. Siswa tertib, mandiri dan jujur.

Hari Kedua
Tertib tenang di awal. Berkaca pada hari pertama, soal saya bagikan sendiri berpedoman pada denah yang ada. Saya tolak dengan halus saat teman pengawas meminta denah untuk dibacakan. "Oh ... nggak usah Bu, ... nanti anak-anak dengar dan langsung tahu posisi paket soal temannya.
Di menit-menit akhir suasana agak tidak tertib. Para peserta mulai ada keberanian untuk bertanya pada temannya dengan agak ekspresif. Terbiasa dengan pengawasan ujian yan tertib dan ketat, idealisme ini menjadi terusik. Terlebih ketika mata ini tanpa sengaja menatap pada lembaran yang berisi ikrar Pernyataan, .. Pakta Integritas. Sebuah pernyataan dari pengawas yang baru saja saya tandatangani yang isinya salah satunya adalah "tidak memberikan kesempatan pada peserta untuk bekerja sama", dan apabila melanggar bersedia mendapat sanksi dari mulai moral, administratif sampai sanksi hukum ! Wah, .. berat rasanya hati iniketika berikrar dengan kesungguhan hati, dengan Allah SWT sebagai saksi, jelas nurani ini membantah ketika diri akan abai.
Dan saya pun terpaksa bacakan ikrar itu di hadapan para peserta ujian.
Bahwa pengawas pun dituntut berikrar dengan segala sanksi yang siap dihadapi, dengan harapan agar para peserta bisa tertib mengerjakan soal dg mandiri dan yang terpenting ada penghargaan bahwa 2 orang di hadapannya adalah pengawas yang bertugas mengawasi jalannya ujian di ruang ini yang dibayar Rp. 30.000 potong pajak perharinya yang memiliki kewenangan penuh terhadap jalannya ujiian dalam ruangan. Bahwa peserta pun juga berikrar "Saya mengerjakan ujian secara jujur" di LJUN nya. Bahwa soal sengaja dibuat 5 paket berbeda agar peserta tidak saling diskusi saat ujian, agar celah-2 kecurangan dapat ditutup. Agar karakter jujur benar-2 diterapkan dan dikembangkan. Saya tidak berpikir dan peduli bagaimana tanggapan peserta ujian dan mungkin juga partner pengawas, atas ceramah-2 saya ini.
Yang terpenting bagi saya, saya coba sadarkan betapa bagaimana Ujian Nasional yang dibiayai dg dana rakyat yang bermilyard-milyard ini harusnya berlangsung. Dan bicara masalah jujur saat ujian nasional ini, saya sangat salut dan setuju dg motto ujian kali ini, "JUJUR BERPRESTASI !". Namun sayang, saat pelaksanaan ujian yang jujur ini tidak didukung (kasuistis) pra pelaksanaannya.
Justeru ketidakjujuran, artificially nilai sudah berawal jauh sebelum Ujian Nasional. Ini bisa dilihat misalnya ketika saat ujian sekolah, beberapa sekolah, sebagai upaya membantu siswa dg menaikkan KKM (nilai minimal) tanpa prosedur resmi hingga sampai pada nilai 85, misalnya, atau lebih, berbeda satu anak dg yg lain, sesuai kebutuhan dengan harapan bisa membantu nilai siswa untuk kelulusan ketika harus digabung dg nilai Ujian Nasional. Atau yang lebih konyol, karena paranoidme, jika nanti jangan-2 ada kroscek pengecekan antara nilai dg lembar jawabannya, maka ada pekerjaan ekstra bagi para korektor atau panitia, untuk mengganti jawaban siswa.
Atau karena sejatinya Guru Mata Pelajaran Emas Unas tidak diperkenankan mengawasi atau menjadi panitia penyelenggara Ujian Nasional, karena jumlah guru yg ada tidak mencukupi, maka di SK Pembagian Tugas Panitia dan Pengawas Ujian, data "mengajar mata pelajaran" mereka pun diganti/direkayasa  dg atau menjadi guru mapel non nas, seperti Matematika diganti IPS dll. Ini kan bentuk ketidakjujuran ?
Usai mengawasi, buka HP, baca sms : "Tutup mata, buka hati & perasaan, saat mengawasi Ujian Nasional". Dan ini yg lebih memprihatinkan, ketika sms datang dari teman di pelosok pulau mengabarkan, bahwa panitia sekolah sudah mendapatkan paket jawaban, dan tinggal menyebarkan pada siswa. Setelah diteliti, pada kisaran 90%, jawaban tersebut benar.

Hari Ketiga
Dalam arahannya Bapak Ketua Penyelenggara berterima kasih atas lancar & suksesnya pelaksanaan ujian selama 2 hari kemaren. Mohon pembagian soal sesuai denah agar lebih berhati-2, karena ada kasus kesalahan sehubungan dg hal ini. Ada kejadian sesampai di rumah kemaren, yang menginspirasi untuk lebih berhati-2. Keponakan yg juga ujian, menyatakan bahwa dia masih bisa dg mudah mendeteksi paket soal milik temannya dg melihat di daftar hadir peserta. Karena itu, penulisan paket soal peserta di daftar hadir, saya tulis sendiri setelah semua peserta ujian selesai tanda tangan daftar hadir. Dan efek dari langkah saya adalah, begitu waktu mengerjakan dimulai, yang dilakukan para peserta bukanlah segera membaca & mengerjakan soal, tetapi menanyakan paket soal milik temannya. "Ah, .. dasar siswa tidak punya Self Confidence, Krisis Kemandirian !"
Ketika hal metode pembagian soal sesuai denah versi saya ini saya sampaikan pada partner pengawas, katanya "Kadang anu lho Pak, .. justru sekolah-2 tertentu & juga pengawasnya membagi dg metode sebaliknya, agar peserta ujian justeru dg mudah tahu kode paket soalku sama dg siapa. Hal ini senada dg teman guru yg mengawasi di sekolah lain, di mana Kepala Sekolah selaku Ketua Penyelenggara mengarahkan, untuk alasan pengecekan apakah pembagian soal sudah sesuai atau belum, maka pengawas diminta bertanya pada peserta, "Tolong, .. paket A angakt tangan, .. Paket B ... dst ..." .. He he he .. lucu dan konyol ya ?
Di hari ketiga ini pun partner pengawas juga menawarkan untuk mendiktekan denah, tapi saya tolak & saya bagikan sendiri lembar soal. Lebih mudah, praktis & tidak bising. Para peserta terlihat mulai tak begitu menganggap adanya kami di depannya. Mereka dg berani & seenaknya bertanya ke sana kemari. Mungkin ini efek dari longgarnya pengawasan 2 hari sebelumnya. Seperti hari pertama dan kedua, Ujian kami akhiri dg doa bersama & permohonan maaf, .. "Anak-2ku, .. kami berdua, jika selama 120 menit bersama kalian di ruang ini ada salah & khilaf, .. kami mohon maaf. Doa kami, .. semoga kalian semua sukses ..."

Hari keempat
Ketua Penyelenggara meneruskan amanat & pesan dari Dinas, agar pengawas tidak membawa HP ke ruang ujian, dengan suara rendah bernada sungkan.
Alhamdulillah, ... hari terakhir ini berperan sebagai pengawas cadangan. Terhindar dari konflik batin yg melelahkan ...
Read more »

Slide

Picture Talk More Slideshow: Anang’s trip to Kabupaten Nganjuk (near Kediri), Java, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Kediri slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.
Anang Dwijo Suryanto. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Powered by Blogger