free counters


My site is worth $2022.1.
Berapa harga Blog/Web Anda?

WHO KNOWS, WHO IS ACTUALLY THE GREAT AND THE MOST TERRORIST IN THE WORLD ?

Sabtu, 24 Maret 2012

Kidung Anakku

"Besuk ujian prakteknya apa Mbak Nuzi ?"
"Bahasa Jawa Yah ... baca puisi" dan anak saya pun asyik dengan hapalan kidungan Jawa nya untuk persiapan praktik besuk. Sambil glethakan di tempat tidur, atau mondar-mandir antara ruang tamu, kamar mandi, atau dapur. Tema puisi yang menyentuh dengan pembawaan yang bagi saya sangat menjiwai, dengan nada dan intonasi yang mendayu, betul-betul mampu membuat hati ini tergetar dan mata berkaca-kaca. Kidung yang akhirnya menjadi nada dering sms HP Ibunya, dan menjadi suara membangnkan Ayahnya yang berdering di tiap jam 02.30. untuk bermunajad ke haribaan Ilahi Rabbi. Demikian juga dengan Aung nya yang berada di sampingnya, yang karena kepeduliannya, meminta Mbak Nuzi anak saya untuk membacakan dan disimak oleh beliau, dengan mata berkaca dalam terawangnya.
Dan inilah kutipan puisi Jawa itu :

BEKTIKU

Ibu, ...
Tansah kelingan tresnamu, ...
marang aku, ..
Rama, ..
Ayomanmu, ..
ndadekake tentrem atiku.
Sejatine aku, ..
bangga dadi putrimu.
Mungguwing wektu, ..
ndadekake rena penggalihmu.
Kepingin aku ngabekti, ..
marang wong tuwa, ..
lan Ibu Pertiwi.
Tansah ngupadi gegayuhan, ..
mratandha asile kapinteran ...
Duh Gusti Allah murbeng jagad, ..
paringi ganjaran marang wong tuwa
Duh Gusti Allah, ..
paringi wekdal, 
nduduhake bektiku.
Mujur lan seneng, ..
ing penggalihe keluargaku.
Duh Gusti Allah, ..
dumateng Panjenengan,
kula nenuwun.

Untuk unduh Kidung Mbak Zik, bisa Klik sini
(Putar pakai KMPlayer)
Read more »

Tolak RUU Kesetaraan Gender

Prihatin pada ide gila dan konyol para aktifis liberal yang berusaha menandingi kekuasaan Allah dalam mengatur tata kehidupan manusia, mendorong mempublikasikan karya persuasif, ilmiah logis, dan mendasarkan semua hal pada aturan Allah, Dr. Adian Husaini untuk mengcounter pikiran tidak waras dan bodoh mereka mengusung kesetaraan gender.

Adegan konyol & lucu, seorang imam sholat wanita, memimpin jama'ah laki-laki
 Sabtu, 24 Maret 2012

Oleh: Dr. Adian Husaini

HARIAN Republika (Jumat, 16/3/2012), memberitakan, bahwa Rancangan Undang-undang Keadilan dan Kesetaraan Gender (RUU KKG) sudah mulai dibahas secara terbuka di DPR. Suara pro-kontra mulai bermunculan. Apakah kita – sebagai Muslim – harus menerima atau menolak RUU KKG tersebut?

Jika menelaah Draf RUU KKG/Timja/24/agustus/2011 -- selanjutnya kita sebut RUU KKG – maka sepatutnya umat Muslim MENOLAK draf RUU ini. Sebab, secara mendasar berbagai konsep dalam RUU tersebut bertentangan dengan konsep-konsep dasar ajaran Islam. Ada sejumlah alasan yang mengharuskan kita – sebagai Muslim dan sebagai orang Indonesia – menolak RUU KKG ini.
Pertama, definisi “gender” dalam RUU ini sudah bertentangan dengan konsep Islam tentang peran dan kedudukan perempuan dalam Islam. RUU ini mendefinisikan gender sebagai berikut: “Gender adalah pembedaan peran dan tanggung jawab laki-laki dan perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial budaya yang sifatnya tidak tetap dan dapat dipelajari, serta dapat dipertukarkan menurut waktu, tempat, dan budaya tertentu dari satu jenis kelamin ke jenis kelamin lainnya.” (pasal 1:1)
Definisi gender seperti itu adalah sangat keliru. Sebab, menurut konsep Islam, tugas, peran, dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki baik dalam keluarga (ruang domestik) maupun di masyarakat (ruang publik) didasarkan pada wahyu Allah, dan tidak semuanya merupakan produk budaya.
Tanggung jawab laki-laki sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah keluarga adalah berdasarkan wahyu (al-Quran dan Sunnah Rasul). Sepanjang sejarah Islam, di belahan dunia mana saja, tanggung jawab laki-laki sebagai kepala keluarga sudah dipahami, merupakan perkara yang lazim dalam agama Islam (ma’lumun minad din bid-dharurah). Bahwa yang menjadi wali dan saksi dalam pernikahan adalah laki-laki dan bukan perempuan. Ini juga sudah mafhum.
Karena berdasarkan pada wahyu, maka konsep Islam tentang pembagian peran laki-laki dan perempuan itu bersifat abadi, lintas zaman dan lintas budaya. Karena itu, dalam tataran keimanan, merombak konsep baku yang berasal dari Allah SWT ini sangat riskan. Jika dilakukan dengan sadar, bisa berujung kepada tindakan pembangkangan kepada Allah SWT. Bahkan, sama saja ini satu bentuk keangkuhan, karena merasa diri berhak menyaingi Tuhan dalam pembuatan hukum. (QS at-Taubah: 31).
Jadi, cara pandang yang meletakkan pembagian peran laki-laki dan perempuan (gender) sebagai budaya ini jelas bertentangan dengan ajaran Islam. Sebab, sifat syariat Nabi Muhammad saw – sebagai nabi terakhir dan diutus untuk seluruh manusia sampai akhir zaman – adalah universal dan final. Zina haram, sampai kiamat. Khamr haram di mana pun dan kapan pun. Begitu juga suap adalah haram. Babi haram, di mana saja dan kapan saja. Konsep syariat seperti ini bersifat lintas zaman dan lintas budaya.
Syariat Islam jelas bukan konsep budaya Arab. Saat Nabi Muhammad saw memerintahkan seorang istri untuk taat kepada suaminya – dalam hal-hal yang baik – maka perintah Nabi itu berlaku universal, bukan hanya untuk perempuan Arab abad ke-7 saja. Umat Islam sepanjang zaman menerima konsep batas aurat yang universal; bukan tergantung budaya. Sebab, fakta menunjukkan, di mana saja dan kapan saja, perempuan memang sama. Sudah ribuan tahun perempuan hidup di bumi, tanpa mengalami evolusi. Matanya dua, hidung satu, payudaranya dua, dan juga mengalami menstruasi. Perempuan juga sama saja, dimana-mana. Hanya warna kulit dan mungkin ukuran tubuhnya berbeda-beda. Karena sifatnya yang universal, maka konsep syariat Islam untuk perempuan pun bersifat universal.
Memang, tidak dapat dipungkiri, dalam aplikasinya, ada unsur-unsur budaya yang masuk. Misalnya, konsep Islam tentang perkawinan pada intinya di belahan dunia mana saja tetaplah sama: ada calon suami, calon istri, saksi, wali dan ijab qabul.
Tetapi, dalam aplikasinya, bisa saja unsur budaya masuk, seperti bisa kita lihat dalam pelaksaan berbagai upacara perkawinan di berbagai daerah di Indonesia.
Alasan kedua untuk menolak RUU Gender sangat western-oriented. Para pegiat kesetaraan gender biasanya berpikir, bahwa apa yang mereka terima dari Barat – termasuk konsep gender WHO dan UNDP – harus ditelan begitu saja, karena bersifat universal. Mereka kurang kritis dalam melihat fakta sejarah perempuan di Barat dan lahirnya gerakan feminisme serta kesetaraan gender yang berakar pada ”trauma sejarah” penindasan perempuan di era Yunani kuno dan era dominasi Kristen abad pertengahan.
Konsep-konsep kehidupan di Barat cenderung bersifat ekstrim. Dulu mereka menindas perempuan sebebas-bebasnya, sekarang mereka membebaskan perempuan sebebas-bebasnya. Dulu, mereka menerapkan hukuman gergaji hidup-hidup bagi pelaku homoseksual. Kini, mereka berikan hak seluas-luasnya bagi kaum homo dan lesbi untuk menikah dan bahkan memimpin geraja.
Lihatlah, kini konsep keluarga ala kesetaraan gender yang memberikan kebebasan dan kesetaraan secara total antara laki-laki dan perempuan telah berujung kepada problematika sosial yang sangat pelik. Di Jerman, tahun 2004, sebuah survei menunjukkan, pertumbuhan penduduknya minus 1,9. Jadi, bayi yang lahir lebih sedikit dari pada jumlah yang mati.
Peradaban Barat juga memandang perempuan sebagai makhluk individual. Sementara Islam meletakkan perempuan sebagai bagian dari keluarga. Karena itulah, dalam Islam ada konsep perwalian. Saat menikah, wali si perempuan yang menikahkan; bukan perempuan yang menikahkan dirinya sendiri. Ini satu bentuk pernyerahan tanggung jawab kepada suami. Di Barat, konsep semacam ini tidak dikenal. Karena itu jangan heran, jika para pegiat gender biasanya sangat aktif menyoal konsep perwalian ini. Sampai-sampai ada yang menyatakan bahwa dalam pernikahan Islam, yang menikah adalah antara laki-laki (wali) dengan laki-laki (mempelai laki-laki).
Simaklah bagaimana kuatnya pengaruh cara pandang Barat dalam konsep ”kesetaraan gender” seperti tercantum dalam pasal 1:2 RUU Gender yang sedang dibahas saat ini: “Kesetaraan Gender adalah kesamaan kondisi dan posisi bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kesempatan mengakses, berpartisipasi, mengontrol, dan memperoleh manfaat pembangunan di semua bidang kehidupan.” (pasal 1:2).

Renungkanlah konsep semacam ini. Betapa individualistiknya. Laki-laki dan perempuan harus disamakan dalam semua bidang kehidupan. Lalu, didefinsikan juga:

“Diskriminasi adalah segala bentuk pembedaan, pengucilan, atau pembatasan, dan segala bentuk kekerasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin tertentu, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan manfaat atau penggunaan hak asasi manusia dan kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau bidang lainnya terlepas dari status perkawinan, atas dasar persamaan antara perempuan dan laki-laki.” (pasal 1:4).
Jika RUU Gender ini akan menjadi Undang-undang dan memiliki kekuatan hukum yang tetap, maka akan menimbulkan penindasan yang sangat kejam kepada umat Muslim – atau agama lain – yang menjalankan konsep agamanya, yang kebetulan berbeda dengan konsep Kesetaraan Gender. Misalnya, suatu ketika, orang Muslim yang menerapkan hukum waris Islam; membagi harta waris dengan pola 2:1 untuk laki-laki dan perempuan akan bisa dijatuhi hukuman pidana karena melakukan diskriminasi gender. Jika ada orang tua menolak mengawinkan anak perempuannya dengan laki-laki beragama lain, bisa-bisa di orang tua akan dijatuhi hukuman pula. Bagaimana jika kita membeda-bedakan jumlah kambing untuk aqidah antara anak laki-laki dan perempuan?
Alasan ketiga, RUU Gender ini sangat SEKULAR. RUU ini membuang dimensi akhirat dan dimensi ibadah dalam interaksi antara laki-laki dan perempuan. Peradaban sekular tidak memiliki konsep tanggung jawab akhirat. Bagi mereka segala urusan selesai di dunia ini saja. Karena itu, dalam perspektif sekular, ”keadilan” hanya diukur dari perspektif dunia. Bagi mereka tidaklah adil jika laki-laki boleh poligami dan wanita tidak boleh poliandri. Bagi mereka, adalah tidak adil, jika istri keluar rumah harus seijin suami, sedangkan suami boleh keluar rumah tanpa izin istri.
Bagi mereka, tidak adil jika laki-laki dalam shalatnya harus ditempatkan di shaf depan. Dan sebagainya. Jika seorang perempuan terkena pikiran seperti ini, maka pikiran itu yang perlu diluruskan terlebih dulu. Biasanya ayat-ayat al-Quran dan hadits Rasulullah saw tidak mempan bagi mereka, karena ayat-ayat itu pun akan ditafsirkan dalam perspektif gender. Sebenarnya, perempuan yang kena paham ini patut dikasihani, karena mereka telah salah paham. Mereka hanya melihat aspek dunia. Hanya melihat aspek hak, dan bukan aspek tanggung jawab dunia dan akhirat.
Padahal, dalam perspektif Islam, justru Allah memberi karunia yang tinggi kepada perempuan. Mereka dibebani tanggung jawab duniawi yang lebih kecil ketimbang laki-laki. Tapi, dengan itu, mereka sudah bisa masuk sorga, sama dengan laki-laki. Perempuan tidak perlu capek-capek jadi khatib Jumat, menjadi saksi dalam berbagai kasus, dan tidak wajib bersaing dengan laki-laki berjejalan di kereta-kereta. Perempuan tidak diwajibkan mencari nafkah bagi keluarga. Dan sebagainya.
Sementara itu, kaum laki-laki mendapatkan beban dan tanggung jawab yang berat. Kekuasaan yang besar juga sebuah tanggung jawab yang besar di akhirat. Jika dilihat dalam perspektif akhirat, maka suami yang memiliki istri lebih dari satu tentu tanggung jawabnya lebih berat, sebab dia harus menyiapkan laporan yang lebih banyak kepada Allah. Adalah keliru jika orang memandang bahwa menjadi kepala negara itu enak. Di dunia saja belum tentu enak, apalagi di akhirat. Sangat berat tanggung jawabnya.
”Dimensi akhirat” inilah yang hilang dalam berbagai pemikiran tentang ”gender”. Termasuk dalam RUU Gender yang sedang dibahas di DPR. Perspektif dari RUU ini sangat sekuler. (saeculum=dunia); hanya menghitung aspek dunia semata. Jika dimensi akhirat dihilangkan, maka konsep perempuan dalam Islam akan tampak timpang. Sebagai contoh, para aktivis gender sering mempersoalkan masalah ”double burden” (beban ganda) yang dialami oleh seorang perempuan karir.
Disamping bekerja di luar rumah, dia juga masih dibebani mengurus anak dan berbagai urusan rumah tangga. Si perempuan akan sangat tertekan jiwanya, jika ia mengerjakan semua itu tanpa wawasan ibadah dan balasan di akhirat. Sebaliknya, si perempuan akan merasa bahagia saat dia menyadari bahwa tindakannya adalah satu bentuk ibadah kepada Allah SWT.
Karena itu, jika Allah tidak memberi kesempatan kepada perempuan untuk berkiprah dalam berbagai hal, bukan berarti Allah merendahkan martabat perempuan. Tapi, justru itulah satu bentuk kasih sayang Allah kepada perempuan. Dengan berorientasi pada akhirat, maka berbagai bentuk amal perbuatan akan menjadi indah. Termasuk keridhaan menerima pembagian peran yang diberikan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Pada akhirnya, dalam menilai suatu konsep – seperti konsep Kesetaraan Gender – seorang harus memilih untuk menempatkan dirinya: apakah dia rela menerima Allah SWT sebagai Tuhan yang diakui kedaulatannya untuk mengatur hidupnya? Seorang Muslim, pasti tidak mau mengikuti jejak Iblis, yang hanya mengakui keberadaan Allah SWT sebagai Tuhan, tetapi menolak diatur oleh Allah SWT. Seolah-olah, manusia semacam ini berkata kepada Allah SWT: ”Ya Allah, benar Engkau memang Tuhan, tetapi jangan coba-coba mengatur hidup saya! Karena saya tidak perlu segala macam aturan dari-Mu. Saya sudah mampu mengatur diri saya sendiri!” Na’dzubillahi min-dzalika.

****
Tidak bisa dipungkiri, penyebaran paham ”kesetaraan gender” saat ini telah menjadi program unggulan dalam proyek liberalisasi Islam di Indonesia. Banyak organisasi Islam yang memanfaatkan dana-dana bantuan sejumlah LSM Barat untuk menggarap perempuan-perempuan muslimah agar memiliki paham kesetaraan gender ini. Perempuan muslimah kini didorong untuk berebut dengan laki-laki di lahan publik, dalam semua bidang. Mereka diberikan angan-angan kosong, seolah-olah mereka akan bahagia jika mampu bersaing dengan laki-laki.
Kedepan, tuntutan semacam ini mungkin akan terus bertambah, di berbagai bidang kehidupan. Sesuai dengan tuntutan pelaksaan konsep Human Development Index (HDI), wanita dituntut berperan aktif dalam pembangunan, dengan cara terjun ke berbagai sektor publik. Seorang wanita yang dengan tekun dan serius menjalankan kegiatannya sebagai Ibu Rumah Tangga, mendidik anak-anaknya dengan baik, tidak dimasukkan ke dalam ketegori ”berpartisipasi dalam pembagunan”. Tentu, konsep semacam ini sangatlah aneh dalam perspektif Islam dan nilai-nilai tradisi yang juga sudah dipengaruhi Islam.
Daripada bergelimang ketidakpastian dan dosa, mengapa pemerintah dan DPR tidak mengajukan saja ”RUU Keluarga Sakinah” yang jelas-jelas mengacu kepada nilai-nilai Islam? Buat apa RUU Gender diajukan dan dibahas? Dari tiga naskah akademik yang saya baca, tampak tidak ada dasar pemikiran yang kuat untuk mengajukan RUU Kesetaraan Gender ini. RUU ini cenderung membesar-besarkan masalah, dan lebih menambah masalah baru. Belum lagi jika RUU ini melanggar aturan Allah SWT, pasti akan mendatangkan kemurkaan Allah SWT.
Tugas kita hanya mengingatkan! Wallahu a’lam bil-shawab.*/ Jakarta, 16 Maret 2012

Ketua Program Studi Pendidikan Islam—Program Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor). Catatan Akhir Pekan (CAP) bekerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan hidayatullah.com
Ilustrasi: Tokoh Islam liberal, Dr Aminah Wadud menjadi imam shalat yang campur-aduk, di mana makmumnya pria
Read more »

Selasa, 06 Maret 2012

Ikung, Eyang Kakung yang Workaholic

Sungguh jauh dari bayangan ketakutan sebagian orang yang berada pada kondisi MPP (Masa Persiapan Pensiunan) Ketakutan akan Post Power Syndrome. Tentang kegiatan apa yang nantinya akan dijalani selepas pensiun oleh Bapak saya, beberapa saat sebelum tahun 2000. Karena tahun 2000 beliau pensiun dari PNS.
Masa pensiun yang dipenuhi rencana dengan lebih fokus pada ibadah, ... aktifitas sebagai takmir masjid di sebelah rumah, ternyata tak bisa sepenuhnya terlaksana. Pengalaman memberikan jasa layanan bantuan mengurus pensiunan teman dan tetangga ketika masih aktif menjadi Pegawai Negeri Sipil membawa pada kegiatan baru bagi Bapak yang bila beliau berkenan memasang papan iklan di depan rumah, tentunya akan begini bunyinya :

M.OEMARY & Co.
Melayani jasa pengurusan pensiunan macet,
mengurus KTP, ASKES, NPWP 
juga amprah hutang Bank.
Untuk info hub. : 081 17081944
  
Hari-hari beliau lalui layaknya seorang pegawai kantor bahkan lebih. Pagi sebelum jam 06.00 kadang dengan sepeda motor gaulnya karena sempat dipretheli dan dimodif oleh cucunya yang di jurusan mesin SMK, sudah pergi menemui kliennya untuk kelengkapan berkas.
Malam-malam tak jarang beliau masih berkutat dengan tumpukan-tumpukan berkas yang harus diselesaikan dan dipersiapkan untuk besuk pagi.
Tak terasa sudah 12 tahun profesi itu digeluti. Ruang gerak Bapak pun tak hanya sebatas di rumah dan dalam kota saja, tetapi telah merambah juga pada skala antar kota antar propinsi. Beberapa kali beliau harus ke Surabaya atau ke Jakarta. Ya .. ibukota republik ini sudah beberapa kali beliau kunjungi. Sementara saya anaknya, hingga saat ini belum sekali pun pernah menginjakkan kaki ke kota ini. Bidang garap beliau pun tak lagi hanya mengurus pensiunan yang macet namun juga KTP, NPWP, ASKES, atau bahkan ketika ada orang yang akan pinjam uang ke bank pun, meminta jasa beliau dalam pengurusannya. Maka jadilah Bapak yang kakek bagi Hauzan dan Mbak Nuzi ini, kakek yang sibuk bekerja. Yang masih tangkas mengendarai sepeda motor dengan tanpa mengenakan jaket meski sering diingatkan, atau helm dengan alasan jarak bepergiannya tidak jauh dan hanya melewati polisi tidur, dan tidak melewati pos polisi.
Ya, ... Bapak yang seluruh rambut yang ada di dirinya telah memutih, .. rambut di kepala, alis, rambut di hidung, kumis, jenggot dan juga rambut di tangannya yang terlihat legam tapi masih nampak sangat kekar dan kokoh, ..
Bapak yang pendengarannya sudah jauh berkurang karena saat mudanya ketika mandi di sungai, kepalanya terbentur batu. Yang meski pendengarannya berkurang cukup drastis tapi tidak pernah mau memakai alat bantu dengar. "Nrimo opo eneke wae, paringe Gusti Allah." Begitu argumentasi beliau.
Bapak yang di usia sepuh, penglihatannya masih relatif sehat dan normal. Demikian juga dengan giginya yang masih utuh dan kuat serta masih suka makan "Balung Kethek" kesukaannya. Gigi yang masih kuat dan utuh serta berwarna kemerahan karena kebiasaan "Nginang" nya ketika masih muda dulu.
Bapak yang senantiasa membiasakan tiap hari membaca Qur'an Surat Waqingah, begitu beliau melafalkan, serta surat Yasin pada hari hari-hari tertentu, di samping kebiasaan mengaji Qur'an serta terjemahnya dalam bahasa Jawa, yang sangat mengesankan istri saya ketika mendengarnya.
Bapak yang perasaan dan pikirannya tak bisa diam lama ketika harus pergi meninggalkan untuk beberapa lama, meski kepergiannya dengan Ibuk. Sindrom "mantuk", sindrom segera ingin pulang, bahwa di rumah pekerjaan sudah menanti, sekian tumpuk berkas harus segera diselesaikan, bahwa beliau harus menemui seseorang kliennya terkait dengan pekerjaannya dan sebagainya, yang menjadikan beliau tidak pernah betah atau krasan ketika harus menginap di rumah saudara untuk beberapa lama.
Tak jarang kami putra-putrinya memberikan masukan agar di masa senja beliau, beliau mengurangi aktifitas pikir dan raga, untuk lebih memfokuskan pada ibadah, juga mengingatkan permohonan Mbah Putri, Ibunya Bapak sebelum wafat, yang meminta Bapak agar mencicipi lezatnya "mondok/jaulah". Tapi menurut beliau, kalau beliau mampu melaksanakan keduanya, kenapa tidak ? Wow, .. jawaban yang luar biasa bukan ?
Itulah Bapak saya. Muhammad Oemary Bin Ismail, .. Ikung (Eyang Kakung) dari anak-anak kami, Husnuzia Najmatul Fajri dan Muhammad Hibatullah Hauzan Mahdi, .. yang di usia senjanya masih workaholic, ... ber-etos dan bersemangat kerja tinggi, ... semoga anak-anak dan cucu-cucunya mewarisi semangat beliau.
Yah, ... itulah Bapak, ... Alhamdulillah, ... Allah masih mengaruniai kami kesempatan untuk masih memiliki seorang Bapak, ... juga Ibu, .. sehingga kesempatan berbakti, berkhidmat, ber "birrul walidain", masih terbuka lebar bagi kami ...  anak-anak dan cucu-cucunya.
Semoga Allah memberikan rahmat dan nikmat sehat pada beliau berdua, dan semoga beliau berdua diberi Allah usia yang berkah, .. serta dirahmati dengan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT semata ... Amiin ...

Ikung dan Yang Uti bersama Cucu ...
Read more »

Minggu, 04 Maret 2012

Rintih Tangis Mertua Terkasih

Sudah delapan hari dan sembilan malam ini, beliau bersama kami. Beliau yang sudah tinggal hanya berdua dengan istri setia dan tercinta, setelah putri terakhirnya menyelesaikan studi kedokterannya, dan sekarang harus pengabdian di sebuah rumah sakit di Situbondo, dan istri terkasih harus menjenguk Ibu Mertua yang sedang sakit di Tegal, maka jadilah beliau mengisi hari-harinya bersama kami.
Beliau yang keras, tegas, posesif, dan sangat instruksional serta detail dalam memberikan instruksi.
Beliu yang sangat halus perasaannya, yang tak jarang menangis sesenggukan di sela khusyuk sholatnya atau doanya, atau di sela pembicaraan di telepon, atau di tengah asyik beliu bercerita.
Beliau yang sangat peduli dengan kesalahan dan peduli pula membenarkannya.  Beliau yang dengan sebutan ABAH, kami biasa memanggil, dan cucu-cucunya memanggil dengan sebutan AUNG.
Beliau yang telah berhasil mengentas 7 putra-putrinya, dengan bekal ilmu, perhatian, kasih sayang dan didikan kerasnya. Empat orang Guru, seorang pejabat di Telkomsel, seorang Wiraswasta Sukses dan seorang Dokter. Sungguh sesuatu yang membuat orang tua lain ingin memperoleh kebahagiaan seperti ini. Beliau yang sangat menikmati saat-saat menyantap hidangannya.
Beliau yang sangat suka makan dengan sayur yang diberi tambahan vetcin/micin di mangkok sayurnya. Sate, .. tambah vetcin, .. Goreng telur tambah vetcin, ... rawon,.. juga begitu.
Beliau yang tak perlu segan-segan menyampaikan apa yang diingininya pada anak-anaknya. Tidak sedikit orang tua yang sekian kali ditawari sesuatu oleh anaknya dan sekian kali pula menolaknya, walaupun jauh di lubuk hati, mereka kadang menginginkan apa yang ditawarkan kepadanya.
Beliau yang suka mengajar berhitung cucunya yang masih duduk di bangku TK. 3 dikurangi 5 berapa ? Tentu saja cucunya bingung dengan pertanyaan dari Aungnya. Wedangnya 3, Tamunya 5. Wedangnya pas apa kurang ? Kurang nya berapa ? Begitu beliau membuat analogi, .. dan akhirnya sang cucu pun berhasil menjawab pertanyaan Aung nya.
Beliau yang seringkali dan hampir bisa dipastikan, mengakhiri pembicaraan telepon, meskipun beliau dalam posisi ditelepon.
Ya, ... beliau yang dengan segala keluar biasaan dan keluar kebiasaannya itu, .. Beliau mertua tercinta saya, Alhamdulillah, ... Allah memberikan kesempatan kepada kami, khususnya istri saya, untuk berbakti dan berkhidmat kepada beliau. Untuk menerapkan Birrul Walidain kami. Betapa istri saya sangat cekatan, telaten dan penuh ta'zim melayani beliau. Tak pernah ada kata "tidak" keluar dari lisannya. "Nggih Bah, ... Iya Bah ... " Begitu yang selalu saya dengar. Yang terkadang seringkali membuat jeles hati ini. "Aku suaminya, tentu lebih layak, lebih harus, dan lebih bisa mendapatkan yang lebih dari itu. Karena sesungguhnya itulah konsep yang diajarkan Islam", begitulah bisik hati kecil ini bila rasa jeles itu hadir.
Dan hal luar biasa yang menyentuh hati ini adalah ... Betapa selama ini beliau yang tidak pernah jauh berpisah dengan Ibu Mertua, Istri tercinta dan setia, dari perhatian, pelayanan dan khidmatnya, .. namun ketika harus berpisah cukup lama, ternyata beliau mampu dan tak pernah kulihat ada keluh kesah tentang ini. Jika saya bandingkan, .. ketika baru saja beberapa puluh menit saja saya ditinggal istri ke rumah kakaknya yang berjarak 3 rumah dari rumah kami, .. begitu istri pulang, dengan muka tak berkenan lidah ini menyambut dengan pertanyaan .. "Koq lama sich ... nggak pulang-pulang !?" Tak jarang pula saya menyuruh si kecil untuk menyusul agar ibunya cepat pulang.
Malam-malam yang kami lalui, .. ada warna lain di rumah kami. Tiap malam kami dengar suara tangis sesenggukan di mushola rumah kami, tempat beliau mengisi malam-malamnya dengan tahajud. Tangis sesenggukan di sela desahan nafas melantunkan asma Sang Khaliq, Allah SWT, ... Allah .... Allah .... Allah ....
Tak jarang di pagi hari sembari ngunjuk wedang ( minum kopi susu ) beliau tiba-tiba menangis sambil menyebut Allah ... Allah ... Subhanallah ... Atau tiap melangkahkan kaki yang seolah telah terasa berat bagi kakinya yang mulai lemah menahan berat tubuh beliau. Beliau tumpu kan beban berat itu pada Allah, seperti memohon pada Allah kekuatan, .. dengan lantunan "Ya .. Allah ... " nya yang khas.
Seringkali kali pula kami dengar, saat beliau tidur, ya betul-betul sedang tidur beliau saat itu, .. Beliau menggumamkan bahkan terkadang seperti berteriak, .. menyuarakan lafadz Allah ... Allah ... Sungguh hati, jiwa dan perasaan ini menjadi tersentuh, .. Mata pun tak terasa meluruhkan airnya .. satu hal yang saya merasa sangat sulit mengalaminya. Dan saya pun ikut menangis, walau tak sampai sesenggukan.
Betul-betul hati ini sangat iri. Iri ingin memiliki kemampuan merasakan dekatnya dengan Allah, .. takutnya jauh dari Allah ... seperti yang dimiliki oleh beliau.
Ya Allah ... semoga Engkau beri kami hati yang selalu ingat akan Engkau, kapan pun, di mana pun, .. Takut akan jauh dari engkau, .. tanpa harus menunggu masa tua dulu, .. Karena sejatinya kami semua pun tak kan pernah tahu, .. apakah sampai masa itu, bagi kami ....
Read more »

Wawancara dengan Ustadzah Jujun

Sudahlah Mi, .. Ayah koq merasa nggak pernah mau memenuhi keinginannya. Bagaimana kalau kali ini kita beri kesempatan anak kita untuk mewujudkan keinginannya. Sepertinya sih, .. bukan semata karena pengaruh teman-teman, tapi murni karena memang dia ingin mencoba daftar ke sana,...
Maka hari Minggu itu pun, setelah mendaftar secara online sebelumnya, jadilah Mbak Nuzi mengikuti seleksi PSB, yang ternyata harus saya ikuti dengan tes wawancara. Sungguh, ... biaya dan lokasi yang tinggi dan terpencil tidak menyurutkan niat dan langkah para orang tua untuk mencoba mempercayakan pendidikan anaknya ke sini. Ke Ar-Rohmah Islamic Boarding School.
Dan setelah panggilan untuk kartu antrian saya berkumandang, dan kartu saya kumpulkan, panitia yang sepertinya dari unsur siswa, mengajak saya mengikutinya dan mengantarkan pada meja interviewer. Seorang Ustadzah ramah, dengan tatapan sudut matanya yang cukup tajam, dengan seulas senyum tulusnya mempersilakan duduk. Ada suatu atmosfer positif yang membawa pada kehangatan wawancara yang akan berlangsung, yang tak pernah kami sadari apa itu.
Seperti mengetahui yang dihadapi, Ustadzah yang murah senyum ini pun justeru mempersilakan saya menyampaikan sesuatu terkait Mbak Nuzi, tanpa lead formal. "Menurut pemikiran saya sich, .. Insya Allah lebih banyak masalah akademik Mbak, dibanding masalah karakteristik .. " "Ehm ... ananda lebih dekat pada ayah atau ibunya Pak, .. ?" "Lebih dekat pada saya Mbak, ..."
"Apakah menurut Bapak, ananda introvert ?" "Insya Allah tidak Mbak, .. Dia sering cerita apa-apa yang baru dialami di sekolah, bahkan dengan sangat antusias. Kadang saya merasa kurang bisa memberi respon sebanyak yang seharusnya." "Kalau punya masalah Pak, .. ?" "Ya, ... pada kami berdua Mbak, .. dia sharing dan curhat, hanya kadang tidak dalam saat yang bersamaan, .. " "Pernah ananda marah hingga mutung Pak, .. ? Dan bagaimana Bapak mengatasinya ?" "Eee.. pernah suatu ketika Mbak, .. saya merasa anak saya ini pingin sekali saya marah sekali, pingin saya kasari, dan setelah betul-betul saya kasari, dan ketika setelah itu saya perlakukan dia dengan lembut, halus dan penuh kasih sayang, nampak sekali pendar kebahagiaan luar biasa terpancar dari rona wajahnya." Sesaat selesai ucapan saya, saya lihat roman wajah Ustadzah ini nampak memancarkan keharuan dan sepertinya sempat merinding bulu romanya,.. meski belum memahami betul makna penuturan saya, yang karenanya saya tambahkan dengan deskripsi uraian lebih lanjut.

"Terus .. hobi ananda apa Pak ?" "Yang tertulis sich, ... membaca Mbak .." "Lho koq yang tertulis Pak ? Bacaan yang biasa dibaca apa Pak ?" "Ya,.. novel, kumpulan cerpen .. " "Komik juga Pak ?" "Iya ... Mbak terkadang ... " "Saya memang mencoba tanamkan agar Mbak Nuzi, anak saya ini agar suka membaca Mbak. Juga menulis seperti Ayahnya." "Punya diary Pak ?" "Wah, .. Ustadzah ini gimana sich,.. koq jauh sekali melencengnya pertanyaan. Habis bicara hobi koq tanya masalah penyakit diare ?", pikir saya dalam hati. "Ya pernah Mbak kadang-kadang, .. tapi paling diminumi teh pahit juga sudah sembuh Mbak .." "Maksud saya Buku Harian Pak ,.. " "Ooo .. saya kira diare mencret Mbak,.. Kalo itu memang pernah saya suruh Mbak,.. agar Mbak Nuzi punya catatan harian seperti Ayahnya ketika SMP dulu. Dan untuk menarik minat dan menumbuhkan hobinya ini, saya bacakan buku harian saya. Buku Jurnal bersampul batik, yang saya buat tabel berisi No, Hari Tanggal dan Kejadian." "Bapak masih menyimpannya ?" "Iya Mbak .. dan betapa anak saya tertawa geli dan terpingkal-pingkal mendengar kisah lucu dan polos saya ketika masih muda dulu. Saya juga dorong dia membuat BLOG, tapi sayangnya Blog dia diblokir sama Google. Saya dorong dia untuk menulis apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan dialami untuk mengasah ketajaman menulisnya." "Menurut Bapak, apakah ananda siap sekolah di sini, dengan segala kepadatan aktifitas belajarnya, ibadahnya serta banyaknya peraturan yang harus ditaati Pak ?" "Insya Allah kalau masalah padatnya aktifitas, semoga dia bisa menyesuaikan Mbak, .. yang jelas selama ini Mbak Nuzi sekolah di Full Day  School yang pulang hingga jam 15.00. Tentang aturan, .. Insya Allah.. selama ini saya begitu banyak memberikan aturan-aturan pada anak saya Mbak, .. bahkan untuk hal-hal yang sangat sepele, seperti mengambil sesuatu dan tidak mengembalikan di tempatnya, maka saat itu juga langsung saya tegur dan saya minta dia meletakkan barang tersebut di tempat semula, serta hal-hal yang mungkin bagi sebagian orang itu adalah sesuatu yang remeh. Kadang saya juga berpikir, apa perlu hal-hal remeh temeh dan kecil seperti itu saya tekankan betul pada anak saya ?" "Sangat perlu Pak, .. ", sahut Ustadzah mendukung saya.

Dan wawancara yang hangat, akrab dan komunikatif itu pun berlangsung cukup lama, .. hingga akhirnya harus kami akhiri, .. dengan satu pertanyaan "Maaf Mbak, .. nama Mbak Ustadzah ini siapa ya, .. kalau saya boleh tahu ?" "Jujun Pak, ..", jawabnya mantap dan penuh self confidence.
Read more »

Slide

Picture Talk More Slideshow: Anang’s trip to Kabupaten Nganjuk (near Kediri), Java, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Kediri slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.
Anang Dwijo Suryanto. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Powered by Blogger