free counters


My site is worth $2022.1.
Berapa harga Blog/Web Anda?

WHO KNOWS, WHO IS ACTUALLY THE GREAT AND THE MOST TERRORIST IN THE WORLD ?

Senin, 04 Maret 2013

Ujian Nasional 2013 Bersih & Jujur dengan 20 Paket Soal

Prediksi saya 2 atau 3 tahun yang lalu, pada saat paket soal Ujian Nasional berubah dari 2 menjadi 5, maka sangat mungkin perkembangan berikutnya, variasi paket soal menjadi 20 dimana setiap peserta ujian mengerjakan paket soal yang sama sekali berbeda, .. sekarang di tahun 2013 ini, terbukti. Inilah salah satu langkah nyata pemerintah untuk menutup total kecurangan pelaksanaan Ujian Nasional. Bahwa Ujian Nasional harus benar-2 bersih dan jujur seperti motonya, dan memang langkah ini terbukti sangat ampuh, karena sesama siswa dalam satu ruang tidak akan bisa bertanya satu dengan yang lain, karena beda soalnya. Tapi entah lagi jika aturan dilarang membawa HP diabaikan. Demikian juga dg guru yang tidak bertanggung jawab, tidak akan bisa membantu memberikan jawaban pada siswanya, seperti yang bisa terjadi pada saat paket soal hanya 1, 2 atau 5.
Dalam hal pada saat pelaksanaan Ujian Nasional memang benar guru tidak bisa membantu siswa dalam konteks & koridor "kecurangan". Namun dalam hal membantu kelulusan, peluang itu masih sangat-2 terbuka. Dengan model kriteria seperti sekarang, dan dengan modal 40% yang diberikan oleh pemerintah, sekolah masih tetap mampu meluluskan 100% siswanya. Model pelaksanaan UN dengan paket 20 soal bisa dipastikan berjalan sepertinya maunya pemerintah, yakni bersih dan jujur. Namun di sisi lain akan memunculkan kecurangan baru, ketidakvalidan nilai, mark up nilai, layaknya mark-up anggaran di proyek-2 yang sudah sangat transparant itu.
Dengan diperhitungkannya nilai Raport kelas semester 3, 4, dan 5 (kelas VIII semester ganjil genap, kelas IX semester ganjil) sebagai komponen nilai yang menentukan kelulusan, membuat sekolah mengharamkan nilai rendah bagi siswanya untuk 4 Mata Pelajaran Emas (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, IPA). Nilai minimalnya harus maksimal, agar tidak rawan tidak lulus saat kelulusan nanti. Terjadilah perang batin dan makan hati bagi guru-2 profesional  yang konsisten, karena harus memberikan nilai yang tidak menggambarkan kemampuan siswa, yang jauh melambung melampaui batas kemampuan siswa sebenarnya. Namun bagi guru yang sangat humanis, manusiawi, dan sedikit agak EGP, cukup akan berkata begini, "Lha wong nilai ora kulakan wae koq. Ngono wae koq repot" ("Nilai nggak beli aja koq).
Adapun untuk nilai Raport Kelas IX semester ganjil, di beberapa kasus, nilai tersebut tidak segera secara fix dimasukkan ke dalam Buku Raport, saat dibagikan, melainkan dituliskan di selembar kertas yang biasa disebut Raport Sementara. Hal ini sangat terkait dengan simulasi kelulusan yang dibuat oleh sekolah. Dalam simulasi, komponen-2 nilai yang menentukan kelulusan siswa diolah. Ketika diprediksi berdasar hasil olahan nilai, jika seandainya si A dengan nilai UN sangat minim hasilnya tidak lulus, maka diupayakan nilai raport disesuaikan agar siswa menjadi lulus. Sehingga bisa saja terjadi nilai Mata Pelajaran Bahasa Inggris hasil Ujian Nasional 2 koma sekian, tapi nilai Sekolah nya 9 koma sekian.
Tragisnya, umumnya yang dilihat & diperhitungkan adalah siswa-2 yang nilainya kurang saja, meski kadang dalam keseharian siswa tersebut memang betul-betul tidak mampu & tak jarang dari kalangan "trouble maker". Ketika dalam Ujian Nasional yg juga mengandung unsur spekulatif itu, ternyata siswa yg kemampuan kesehariannya rendah & dari kalangan "trouble maker" tadi justeru ternyata mendapat nilai yang bagus, maka yang terjadi adalah siswa tersebut bisa menjadi the best dalam kelulusan dan mengalahkan siswa-2 berprestasi yg seringkali mendapat posisi ranking 1 atau 2 pada waktu-2 sebelumnya.
Dalam hal mark up nilai, maka terjadi juga pada saat Ujian Sekolah, baik ujian Praktik ataupun Tulis. Bukan menjadi rahasia lagi, bahwa "kurs nilai ujian" menjadi sangat-2 jatuh. Tidak ada lagi nilai di bawah 80 misalnya. Dan guru pun dibuat tertawa sendiri dengan hasil nilai yang diperoleh siswa. Bombastis ! Luar Biasa ! Lucunya, banyak nilai yang miskin variasi. Ada satu Mata Pelajaran misal, yang variasi nilainya hanya terdiri dari 3 atau 4 variasi nilai. (misal, 84, 86, 92). Sambil mengelus dada, mereka berkata dalam hati, "Ah, ... sayang ... biaya yang mahal untuk Ujian ini seperti tak bermakna, ... Ujian Sekolah hanya sekedar formalitas saja ... "
Lalu harus bagaimana ? Tak perlu Ujian Nasional ? Tak perlu Ujian Sekolah ? Bukan ! Bukan itu masalahnya ! Ujian Nasional mungkin perlu ! Tapi kesaktiaannya janganlah sampai membuat vonis Lulus Tidaknya siswa. Jika memang tujuannya untuk mengukur standart mutu pendidikan, mungkin bisa dilakukan secara insidental. Jangan jadikan patokan lulus tidaknya siswa. Biarlah sekolah menentukan kriteria kelulusan sendiri, sesuai dengan kondisi riil kemampuan siswa yang ada di masing-2 daerah yang tentu sangat berbeda. Jangan hanya diberi saham 40% yang secara fakta mungkin itu masih sangat kurang untuk daerah-2 minim dan terpencil. Sudahlah, berikan saja saham yang 100% seluruhnya itu kepada mereka. Untuk Ujian Sekolah, dengan sekolah menentukan kriteria sendiri tanpa campur tangan pusat, sekolah tidak akan "bersusah payah" mengupgrade nilai hasil ujian, karena kriterianya sudah disesuaikan dengan kemampuan nyata siswa di sekolah tersebut. Jadi tidak perlu ada ketakutan siswa banyak atau bahkan "ada" yang tidak lulus.


2 komentar:

Topics mengatakan...

UN adalah hal yg mengerikaaann hehe.. bener ga om?

Anang Dwijo Suryanto mengatakan...

Betul Mas Topek. Lucunya, fenomenanya sekarang bukan mengerikan bagi siswa, tapi justeru bagi Guru, .. he he he. Tapi .. ini artikel belum selesai lho Mas Topek.

Posting Komentar

Slide

Picture Talk More Slideshow: Anang’s trip to Kabupaten Nganjuk (near Kediri), Java, Indonesia was created by TripAdvisor. See another Kediri slideshow. Create a free slideshow with music from your travel photos.
Anang Dwijo Suryanto. Diberdayakan oleh Blogger.

 
Powered by Blogger