Pak Rebby adalah guru yang cukup
senior di sekolahnya. Saat ini pangkatnya sudah cukup tinggi, sebab selama ini
cukup rajin mengurus kenaikan pangkatnya.
Namun sudah 9 tahun dari SK
pangkat terakhirnya turun, Pak Rebby belum juga segera mengurusi lagi.
Akibatnya beliau dilampaui banyak yuniornya. Usut punya usut ternyata Pak Rebby
mengalami kesulitan dan mengalami kesulitan dalam pembuatan karya tulis, hingga
tidak pernah membuat Karya Tulis Ilmiah. Meski hobby menulis tapi untuk
menyusun sebuah Karya Ilmiah beliau mengalami banyak kendala, khususnya faktor
semangat. Sebetulnya juga penuisan Karya Ilmiah secara nyata (beneran) sebagai
syarat kenaikan pangkat ini juga bukan masalah utama dan pokok. Buktinya
kebanyakan dari teman-teman Pak Rebby yang naik pangkat tidak membuat/menulis
Karya Ilmiah sendiri. Lha terus bagaimana ? Sudah bukan rahasia lagi bahwa saat
itu (beberapa waktu yang lalu) telah menjamur bisnis jasa yang menangani
masalah kenaikan pangkat. Cukup dengan membayar sejumlah uang dalam satuan juta
per paket, seorang pegawai bisa mengajukan kenaikan pangkat, walau terkadang tanpa
perlu membuat Karya Tulis sendiri. Cukup dengan setor data siswa dan foto-foto
kegiatan yang mendukung Karya Tulis. Inilah ternyata yang membuat mengapa para
siswa dibuat heran melihat aksi guru-gurunya yang akhir-akhir ini suka
foto-foto di kelas. Foto acting seperti sedang mengajar. Di kelas bersama para
siswa, di ruang guru di depan para guru beracting seolah sedang presentasi
lengkap dengan Kepala Sekolah dan salah satu guru yang bertindak sebagai
moderator.
![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiMoTt6xFmwlUgCTTgZDZmHlXwTM7x7QNXARjOnBS0YFxhPGBxYNFb-f2CflQVerKoPyMxBJFx8q44KB8OEHKwODNpBkn5KFpVX9LT_XpkWSwNAorF97So8ylb6wd7kyRwPa9RerhJvSf88/s320/IMG_20170326_082839.jpg)
Di forum musyawarah guru pun aksi
serupa juga bisa dijumpai. Aksi foto beraksi seolah presentasi juga terjadi di
sana. Lengkap dengan daftar hadir peserta kegiatan dan banner sebagai bukti
pelengkap dan pendukung penulisan sebuah karya tulis. Tentu saja untuk yang
satu ini ada kontribusinya. Nggak banyak koq, cuma mengganti biaya konsumsi seluruh
peserta pada pertemuan itu.
Ternyata itu semua lah yang membuat
membuat Pak Rebby tidak juga mengurus kenaikan pangkatnya, hingga beberapa
tahun terlambat naik. Pak Rebby ngeri
melihat sepak terjang temannya dalam mencapai tujuannya ini. Pak Rebby ingat
betul bahwa di setiap kesempatan sering menyampaikan pada siswanya untuk
bertindak dan bersikap jujur, tidak boleh curang dan tidak boleh menghalalkan
cara dalam meraih tujuan. Pak Rebby setuju betul dengan gembar gembor
pemerintah tentang revolusi mental. Mental bangsa dan pemerintah ini menurut pemerintah
perlu direvolusi. Terutama mental, karakter jujur. Sikap mental yang mulai
hampir punah, seiring bermunculan kabar tertangkapnya pejabat korupsi yang
semakin banyak dan marak. Pak Rebby ngeri melihat sosok guru yang nota bene
sebagai agen perubah (agen of change) untuk memperbaiki moral, mental dan
karakter generasi penerus negeri ini “harus dipaksa” melakukan tindakan yang
bertentangan dengan amanah yang seharusnya. Kenapa “dipaksa” ? Dan siapa yang
“memaksa” ? Yang memaksa adalah sistem birokrasi, begitu kata teman-temanya.
Ya, menurut mereka dan memang kenyataannya demikian, sistem birokrasi di negeri
ini banyak membuat para aparat dan pengguna jasa layanan aparat untuk cenderung
bertindak curang, merekayasa, mengarang-ngarang, menyulap, memanipulasi dlsj
yang intinya “bagaimana bisanya”, yang intinya segala cara bisa ditempuh, yang
penting , memanipulasi dlsj yang intinya “bagaimana bisanya”, yang intinya
segala cara bisa ditempuh, yang penting tercapai yang kamu inginkan. Begitu ...
Karena sudah sedemikian masive, marak dan umum, hingga membuat para pelakunya
enjoy-enjoy saja, merasa tidak apa-apa, lumrah dan umum. Justeru yang tidak mau
ikut menjadi asing, tidak umum dan akhirnya tersingkir.
Lalu kenapa “harus dipaksa”? Kenaikan
pangkat yang dipahami Pak Rebby selama ini sebagai suatu reward, penghargaan
atas pengabdian dan juga prestasi, sebagai suatu hak bagi pegawai, yang mana
seorang pegawai yang indisipliner bisa dikenai sanksi tidak bisa naik pangkat,
ternyata kini telah berubah menjadi
suatu kewajiban. Sebuah kewajiban yang manakala tak ditunaikan mendapat sanksi
atau hukuman. Bukan lagi sebuah hak yang bisa saja diambil atau tidak diambil
oleh pemilik hak tersebut.
Peraturan yang baru, sistem kenaikan pangkat
bagi guru, menjadikan kenaikan pangkat sebagai sebuah kewajiban. Paling tidak
itulah yang dirasakan Pak Rebby. Bagi guru yang dalam rentang waktu yang
ditentukan tidak juga mengurus kenaikan pangkatnya, akan ditelusuri
kemengapaannya, sampai akhirnya guru tersebut mengurusnya, atau akan
mendapatkan sanksi tertentu jika tidak mau mengurusi kenaikan pangkatnya.
(23
Jumadil Akhir 1438 H)